Selasa, 27 Februari 2018

Konflik Internal Kerajaan di Masa Kolonialisme



Bagaimana bisa Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 pada masanya bisa menguasai wilayah Indonesia yang luas? Bagaimana pula Indonesia yang luas itu bisa dikuasai perusahaan kongsi dagang dari Belanda, negara kecil di Eropa?

Sejarawan UGM Sri Margana menjelaskan, saat VOC dibentuk, tahun 1602, belum ada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang ada, imbuhnya, hanya kerajaan-kerajaan di wilayah cikal bakal Indonesia. Saat masuk ke wilayah Nusantara, VOC membuat perjanjian dan kerjasama dagang dengan kerajaan-kerajaan Nusantara ini. 


"Seperti Amangkurat I yang terguling oleh pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Amangkurat I saat itu harus beralih ke barat, ke Tegal hingga kemudian meninggal di Tegal. Penerus Amangkurat, kemudian meminta bantuan VOC. Adipati Anom, penerus Raja Amangkurat itu adalah raja pertama yang dipilih dan dilantik Belanda," jelas Sri dalam 'Seminar Bedah Sejarah VOC 1602 Batavia' di Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).

Paku Buwono II

Mataram pada tahun 1755 pecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Pada tahun 1749 sampai 1755/1757 di Mataram berkobar perlawanan terhadap VOC lagi. Kali ini dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dan Mas Said. Pangeran Mangkubumi adalah adik Paku Buwono II. Sunan Paku Buwono II telah berjanji akan menyerahkan sebidang tanah kepada Pangeran Mangkubumi apabila dapat menundukkan Mas Said. Karena janji itu tidak ditepati, maka terjadilah perselisihan antara Paku Buwono II dengan Pangeran Mangkubumi. Ketika Gubernur Jendral Van Imhoff berkunjung ke Surakarta, ia mencampuri perselisihan itu. Van Imhoff memarahi Pangeran Mangkubumi di depan orang-orang yang sedang menghadap raja. Pangeran Mangkubumi merasa tersinggung dan sangat malu. 

Kemudian ia meninggalkan istana dan menemui Mas Said. Kedua orang bangsawan itu bekerja sama mengobarkan perlawanan terhadap VOC. Ketika perang mulai berkobar Paku Buwono II wafat. Sebelum wafat , ia telah menitipkan Kerajaan Mataram kepada VOC. Kemudian VOC mengangkat putra mahkota dengan gelar Paku Buwono III. Perlawanan berkobar terus-menerus. Pangeran Mangkubumi menggunakan taktik perang  gerilya. 


Di tepi sngai Bogowonto pasukan VOC dalam jumlah besar di bawah pimpinanan Mayor De Clerx terjebak, dan dapat dibinasakan. Pasukan VOC di tempat-tempat lain dapat dikalahkan juga. Pembesar-pembesarnya merasa cemas. Mereka segera membujuk Pangeran Mangkubumi agar mau berdamai. Bujukan itu berhasil. Pangeran Mangkubumi bersedia mengadakan perdamaian. Pada tahun 1755 ditandatangani Perjanjian Gianti. Isi dari Perjanjian Gianti adalah "membagi Kerajaan Mataram menjadi dua bagian", yaitu Mataram Barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi dan Mataram Timur tetap dikuasai oleh Paku Buwono III. 
( Sumber : https://www.sejarah-negara.com/2013/10/sejarah-pecahnya-kerajaan-mataram.html#gsc.tab=0 )

Sultan Ageng Tirtayasa


memerintah banten paada tahun 1651-1682bM, kerajaan banten pada masa beliau mencapai masa kejayaan. sultan ageng tirtayasa berusaha memperluas wilayah kerajaannya ini pada tahun 1671 M, sultan ageng tirtayasa mengangkat putranya menjadi raja pembantu dengan gelar sultan abdul kahar atau sultan haji. sultan haji menjalin hubungan baik dengan belanda. melihat hal itu, sultan ageng tirtayasa kecewa dan menarik kembali jabatan raja pembantu bagi sultan haji, akan tetapi, sultan haji berusaha mempertahankan dengan meminta bantuan kepada belanda. akibatnya terjadilah perang saudara. sultan ageng tirtayasa tertangkap dan dipenjarakan di batavia hingg beliau wafat pada tahun1691M.
( Sumber : http://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-banten-sejarah-raja-dan-peninggalan-beserta-masa-kejayaannya-secara-lengkap/)


Gowa dan Bone 




Dua kerajaan yang selalu bersaing, Gowa-Tallo dan Bone, terus terlibat konflik. Ketika terjadi pertentangan mengenai monopoli antara Gowa dan VOC, Sultan Gowa, Sultan Hasanudin, mengambil langkah mengadakan pengawasan ketat terhadap Bone dan mengerahkan tenaga kerja untuk memperkuat pertahanan Makassar. Dalam pertempuran antara Gowa dan Bone, Bone mengalami kekalahan besar. Orang-orang Bugis kemudian bersatu di bawah pimpinan Arung Palaka untuk melawan Makassar. VOC mendapat keuntungan besar dari persekutuan orang-orang Bugis itu, persekutuan Soppeng dan Bone, bahkan Belanda juga berhasil mengajak Ternate untuk terlibat dalam peperangan melawan Makassar. Dalam peperangan itu, Makassar mengalami kekalahan. Konfrontasi antara Makassar dan VOC baru berakhir setelah diadakan gencatan senjata pada tanggal 6 November 1667, kemudian perjanjian Bongaya tanggal 13 November 1667. Isi perjanjian itu terutama menekankan prinsip hidup berdampingan  secara serasi dalam suasana perdamaian. ( Sumber :  

https://id.wikipedia.org/wiki/Arung_Palakka )


Penetrasi politik Belanda juga terjadi kerajaan Banjarmasin. Belanda pertama kali datang ke kerajaan ini pada awal abad ke-17. Mereka dengan susah payah mendapatkan izin untuk berdagang. Karena dipandang merugikan pedagang Banjar sendiri, para pedagang Belanda ini akhirnya diusir dari sana. Posisi mereka kemudian diisi oleh para pedagang asal Inggris. Namun, juga diusir dari kerajaan itu dengan alasan yang sama. Setelah pedagang Inggris meninggalkan Banjarmasin pada dasawarsa ketiga abad ke-18, Banjar didatangi lagi oleh pedagang Belanda. Mereka mendekati Sultan Tahlilillah dan pada tahun 1734, mereka berhasil mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan itu. Pada mulanya, mereka masih sangat tergantung kepada kebijaksanaan sultan. Kesempatan untuk memperbesar pengaruh balam kerajaan Banjar baru mereka peroleh ketika terjadi konflik antara Pangeran Amir dan Pangeran Nata. Pangeran Amir yang lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingannya memperebutkan tahta kerajaan dengan Pangeran Nata yang mendapat bantuan Belanda. Pangeran Amir akhirnya dapat ditangkap dan dibuang ke Ceylon. 
( Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hasanuddin )






Tidak ada komentar:

Posting Komentar